SOSIALISASI DALAM KELUARGA


1.      SOSIALISASI AWAL DALAM KELUARGA
Keluarga merupakan harta yang paling berharga. Ketika saya dilahirkan, saya tidak pernah memilih untuk dilahirkan di tanah Timor, Flores, Bali, Sumatera, Kalimantan atau pun Jawa. Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya pun menyadari bahwa saya dilahirkan dan dibesarkan di tanah Timor. Terutama dari keluarga yang sangat sederhana. Kesederhanaan keluarga inilah yang telah membentuk karakter saya saat ini. Di mana saya mengawali sosialisasi pertama kali bersama dengan orang tua. Orang tua saya sedari awal sudah memperkenalkan nilai – nilai kehidupan yang sangat membantu saya dalam berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
salah satu sarana yang digunakan oleh orang tua saya dalam mengajarkan nilai – nilai kebajikan dalam kehidupan bersama dengan orang lain adalah komunikasi. Komunikasi yang digunakan oleh orang tua saya dalam mengajarkan nilai – nilai kerendahan hati, kesederhanaan, selalu bersyukur, bekerja keras serta keterbukaan dalam menerima kelebihan dan kekurangan sesama dalam berinteraksi dengan orang lain adalah komunikasi verbal dan non – verbal. Contoh komunikasi verbal yang digunakan oleh orang tua saya dalam mengajarkan nilai – nilai kebajikan yang di atas adalah melalui nasihat. Sementara contoh komunikasi non – verbal yang diajarkan oleh orang tua saya adalah melalui tindakan nyata dalam berinteraksi dengan sesama yang berada di lingkungan di mana kami berdomisili.
Saya sangat bersyukur bahwa dengan adanya nasihat dan tindakan nyata dari orang tua saya dalam berelasi dengan orang lain telah membekas dalam diri saya. Di sinilah saya melihat sosialisasi yang mencerminkan keseimbangan antara kata dan perbuatan dari orang tua saya. Tentu dengan adanya sosialisasi ini, saya melihat bahwa di situlah karakter saya dibentuk. Pembentukan karakter saya sangatlah unik. Keunikannya terletak pada keharmonisan ayah dan ibu dalam membangun bahtera kecil yang akan membawa kami dalam menelusuri setiap lorong – lorong kehidupan. Di mana, selama sosialisasi awal ini, saya tidak pernah melihat adanya benturan fisik diantara kedua orang tua saya. Tetapi yang saya lihat adalah hanyalah sebatas pertengkaran biasa.
Waktu pun terus bergulir, saya sangat menikmati apa yang keluarga saya ajarkan dalam hidup keseharian. Ajaran ini berkaitan dengan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Di mana, orang tua saya mengatakan bahwa ketika saya membutuhkan sesuatu, hal yang pertama saya lakukan adalah meminta izin kepada pemiliknya. Karena mengambil sesuatu tanpa sepengetahuan pemiliknya adalah mencuri. Karena mencuri adalah perihal melanggar norma – norma dalam kehidupan beriman dan bermasyarakat. Ajaran inilah yang membentuk karakter saya untuk menjadi pribadi yang mampu menghargai orang lain serta memiliki kecerdasan emosional dalam hal memilih antara yang baik dan buruk.
Berangkat dari pengalaman bersosialisasi awal dalam keluarga, saya pun diberikan kebebasan untuk berinteraksi dengan teman sebaya yang berada di lingkungan di mana saya berdomisili. Sosialisasi awal bersama dengan teman – teman sebaya sangatlah menyenangkan. Mengapa? Karena kami melihat dunia ini adalah miliki kami sendiri. Apa pun yang kami lakukan adalah untuk mencari kesenangan. Kesenangan itu sendiri berada dalam lingkungan di mana kami disatukan dalam satu jenis permainan. Permainan – permainan masa kecil kami yang sangat menyenangkan adalah bermain layang – layang, gasing, kelereng, berkejar – kejaran sembari menikmati kicauan burung – burung, gunung yang indah, kehangatan alam dsb. Inilah dunia kami. Dunia yang penuh dengan kebahagiaan.
Selain itu juga, dunia kecil kami penuh dengan nada kehidupan. Di mana, kerap kali terjadi perselisihan pendapat antara satu dengan yang lainnya. Di sinilah pertama kali kami melihat dunia dari dua sisi yang berbeda. Sisi yang pertama penuh dengan kebahagiaan dikala bersama dengan orang tua. Sementara di  sisi lain, kami mulai melihat adanya ketidakbahagiaan. Ketidakbahagiaan karena apa yang kami inginkan tidaklah sejalan dengan kenyataan yang sebenarnya.
2.      SOSIALISASI AWAL DALAM SEKOLAH
2.1  Sekolah Dasar
Saya mulai mengenal banyak teman semenjak dari SD. Proses atau sosialisasi yang saya bangun bersama dengan teman – teman adalah belajar berhitung, bernyanyi, bermain dll. Kegiatan – kegiatan semacam inilah yang perlahan – lahan menghantar saya pada interaksi yang semakin intensif dengan orang lain. Tentu interaksi ini tidak akan berjalan dengan baik kalau tidak melalui perantara para Guru – Guru yang berada di dalamnya.
Saya sangat terkesan dengan pendekatan yang mereka gunakan dalam bersosialisasi dengan kami. Sosialisasi yang penuh dengan kasih sayang ini, telah menjadikan saya sebagai pribadi yang mampu menghadirkan diri di tengah orang lain dalam terang persaudaraan. Persaudaraan yang sudah saya bangun bersama dengan orang lain merupakan pintu awal bagi saya untuk memasuki satu jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi yakni SMP.
Kesan saya selama masa sosialisasi awal di bangku SD ini adalah:
Ø  Senang
Saya merasa senang karena saya diajarkan untuk mulai melihat dunia yang lebih luas. Dunia pertemanan yang bebas. Kebebasan dalam melakukan sesuatu.
Ø  Sedih
Saya merasa sedih karena kerap kali Guru – guru menggunakan kekerasan untuk mengajarkan sesuatu kepada saya. Kekerasan yang memberikan dampak negatif dalam perkembangan emosional saya.
2.2 Sekolah Menengah Pertama
Di jenjang sosialisasi ini, saya semakin bergulat dengan jati diri saya sebagai seorang remaja yang normal. Di mana perjumpaan yang semakin intensif dengan teman – teman (cewek) telah mendorong saya untuk semakin jauh mengenal mereka. Proses pengenalan identitas kepribadian saya adalah melalui komunikasi. Komunikasi yang saya lakukan bersama dengan teman – teman sebaya dikala itu.
Waktu terus berjalan, saya pun merasa bahwa saya bukanlah pribadi yang hidup sendirian, melainkan saya adalah pribadi sosial. Pribadi yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain. Pribadi – pribadi itu sendiri adalah para guru, teman – teman serta setiap orang yang berada di sekitar saya.
Saya bersyukur bahwa para guru merupakan contoh teladan yang jauh lebih menyenangkan daripada sewaktu masih SD. Mengapa? Karena pribadi – pribadi yang sekarang merupakan pribadi yang cara interaksinya dengan mode canda tawa, saling menyapa, saling pengertian, ramah dan bersahabat. Interaksi ini tampaknya sangat sederhana. Tetapi bagi saya interaksi ini adalah sosialisasi yang sangat menyenangkan. Karena antara saya dan mereka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Meskipun harus disadari bahwa di sisi lain, saya hanyalah seorang murid yang tidak tahu apa – apa. Tetapi dari ketidaktahuan saya inilah yang mampu membentuk karakter saya untuk berelasi dengan siapa pun tanpa mengkotak – kotakkan orang berdasarkan tingkat pendidikan, budaya, bahasa dan agama. Nilai – nilai kebajikan inilah yang membekas dalam diri saya, berkat sosialisasi dengan para guru di jenjang pendidikan SMP. Terima kasih para guru atas teladan kalian dalam membina karakter saya selama bersama kalian.
2.3 Sekolah Menengah Atas
Kata orang masa SMA merupakan masa yang paling terindah dalam kehidupan setiap pribadi. Ya, memang harus diakui bahwa, masa yang paling terindah dalam kehidupan saya adalah SMA. Mengapa? Karena sosialisasi yang saya bangun dengan orang lain cakupannya lebih kompleks daripada sebelumnya. Meskipun apa yang saya bangun di sini adalah kelanjutan dari sosialisasi yang sebelumnya. Akan tetapi, yang lebih menyenangkan dari sosialisasi di jenjang pendidikan ini adalah keterbukaan dalam membangun relasi dengan orang lain secara bebas.
Saya sangat bersyukur bahwa nilai – nilai kebajikan yang telah ditanamkan oleh orang tua semasa sosialisasi awal di keluarga dapat membantu saya untuk memilih relasi yang baik dan benar dalam berinteraksi dengan orang lain. Mengingat bahwa, di masa inilah kerap kali terjadi peristiwa – peristiwa yang tidak diinginkan bersama. Oleh karena itu, di sinilah kecerdasan emosional sangat diperlukan dalam memilih hal yang baik dan benar dalam berelasi.
Relasi yang saya bangun bersama dengan para guru semakin bebas. Kebebasan inilah yang terus membuka pintu hati saya untuk melihat dunia yang sangat kompleks ini, dengan kaca mata yang berbeda. Karena cara bersosialisasi di sini tidaklah terbatas pada waktu dan ruang.
3.      SOSIALISASI LANJUT
3.1 RESOSIALISASI
Memasuki suatu profesi
Setelah melewati sosialisasi awal dari keluarga dan sekolah, saya merasa karakter yang sudah terbentuk dalam diri saya menjadi modal untuk berlangkah ke depan. Nilai – nilai kebajikan yang telah diajarkan oleh keluarga sangat mempermudah saya dalam membangun interaksi dengan orang lain. Saya tidak pernah membayangkan kehidupan membiara sebelumnya. Akan tetapi, dalam perjalanan selanjutnya, saya merasa dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi seorang frater. Selama masa pembentukan awal di Postulat Stella Maris Malang, pertama – tama saya merasa dunia yang akan saya jalani ini jauh berbeda dari dunia saya sebelumnya. Di mana, saya merasakan bahwa kebebasan saya dibatasi. Keterbatasan dalam hal memilih. Artinya, dunia yang sekarang saya jalani ini hanyalah begitu – begitu saja. Mulai dari bangun pagi, doa, kerja dan belajar. Tentu dengan adanya kegiatan semacam ini, awalnya saya tidak menerima kehidupan seperti ini. Akan tetapi, dalam perjalanan waktu, saya mulai menyesuaikan diri dengan ritme kehidupan membiara. Nada atau irama kehidupan ini perlahan – lahan mengajarkan kepada saya untuk menghargai kehidupan.
Penghargaan akan kehidupan, saya lakukan dengan cara bersyukur. Bersyukur karena melalui kehidupan membiara, saya diajarkan untuk terbuka dengan setiap orang yang saya jumpai. Mengingat bahwa dunia yang sekarang saya jalani ini cakupannya lebih luas daripada sebelumnya. Di mana saya dipertemukan dengan berbagai macam kebudayaan, bahasa, karakter, pendidikan yang berbeda – beda, tetapi memiliki satu tujuan yakni menjadi seorang pelayan umat. Saya sadar bahwa untuk bersosialisasi dengan orang yang berlatar belakang budaya yang berbeda tidaklah mudah. Karena karakter setiap orang berbeda – beda. Tetapi saya bersyukur karena sedari awal saya sudah diajarkan orang tua untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu sarana yang tepat untuk memahami orang lain adalah melalui komunikasi. Komunikasi yang sudah kami lakukan di dalam keluarga, sangat membantu saya dalam bersosialisasi dengan orang lain.
4.      KESIMPULAN
Komunikasi yang telah diajarkan oleh keluarga saya, sangat membantu saya dalam bersosialisasi dengan orang lain. Buah – buah dari komunikasi yang positif itu, telah menghantar saya menjadi pribadi yang mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu, nilai – nilai kebajikan yang telah ditanamkan keluarga sampai sekarang saya masih menghidupinya. Diantaranya adalah rendah hati, sederhana, selalu bersyukur serta keterbukaan dalam bersosialisasi. Karena itu sudah menjadi karakter saya. Inilah kepribadian saya.
Selain itu, saya juga sadar bahwa untuk menghidupi nilai – nilai kebajikan yang telah diajarkan oleh keluarga tidaklah mudah. Karena kerap kali terjadi benturan dalam proses pelaksanaannya. Akan tetapi, hal demikian tidaklah menjadi masalah bagi saya untuk terus memperjuangkan nilai – nilai kebajikan yang telah ditanamkan keluarga dalam keprbibadian saya. Harapannya, supaya saya menjadi pribadi yang mampu bersosialisasi di zaman sekarang ini.

Comments

Popular posts from this blog

PENJARA BAYANGAN

HANYA 8 JAM HIDUP ANDA DIUBAH

BUDAYAKU JATI DIRIKU